welcome to Ngali

Anda sedang memasuki kawasan peristiwa Ngali dan sekitarnya, silahkan tinggalkan komentar anda berikut nama dan alamat email anda

Senin, 25 April 2011

DAGELAN PROJECT PARA PENGUASA


Awal tahun 2011 merupakan tahun yang melimpah ruah bagi Pemerintah Desa Ngali. Betapa tidak, setidaknya ada 4 project gendut yang masuk baik dari Pemerintah Kabupaten Bima maupun dari Pemerintah Pusat. Project project ini bernilai ratusan juta rupiah dengan tujuan meningkatkan infrastrutur yang ada di Desa Ngali dan langsung dikelola sendiri oleh aparat desa melalui BPD dan beberapa kelompok pemberdayaan sosial. Sayangnya project project ini malah dijadikan ajang “pamer” kekuasaan dan penggeruk rupiah bagi sang pemegang project tanpa memperhatikan kwalitas dan kewajaran suatu project tersebut. Kenapa begitu?? Karena besarnya nilai project tersebut tidak sebanding dengan kualitas dan manfaat yang dirasakan masyarakat.
Sebut saja project lapangan sepak bola syang terletak di sebelah utara pekuburan Ngali, project bernilai 200 jutaan yang dikucurkan Kementrian Pemuda dan Olahraga ini ngadat sebelum lapangan yang digadangkan sebagai sport center canggih kan terbesar se Kecamatan Belo ini dirampungkan. Dari pengamatan yang terlihat tembok penahan air lihat foto  gunung sepanjang 50an meter sebelah timurnya yang menjadi konsentrasi pembangunannya. Sebelumnya telah digeruk kaki bukit tersebut untuk pembuatan saluran air dan telah diratakan pinggir lapangan tersebut, namun sekarang telah tertimbun tanah dan kerikil kerikil tajam lagi. Dan hal yang sangat ironis dan sangat mencengankan adalah sepasang tiang gawang lihat fotonya yang baru saja berdiri, kemudian sehari setelah project itu di LPJ kan, sekelompok anak muda dengan enteng menggergaji dan merobohkannya lalu ditaruh di depan bengkel Ibu Mene lihat foto tepat di gerbang pekuburan. Ketika dikonfirmasikan ke Kades tentang penggergajian tersebut, malah ditimpali soal hak kepemilikan tanah “ itu haknya orang yang punya tanah” tandasnya sembari merujuk Sulaiman Hamzah sebagai pemilik tanah. Namun demikian masih terdapat satu fasilitas  lapangan volly (belum ada foto) yang dapat dipakai. Sayang tidak banyak warga yang berminat memanfaatkannya karena letak lapangan tersebut sangat jauh dari pemukiman dan warga lebih suka  menggunakan lapangan lama yang terletak di dekat pohon asam di ujung kampo Rade tersebut. Itu yang pertama
Yang kedua adalah project dari Dinas Kesejahteraan Sosial. Sebenarnya program ini adalah bersumber dari Pemerintah Provinsi yang terkait dengan konflik beberapa Desa di daerah NTB. Dari beberapa desa yang ada di NTB, Desa Ngali dan sekitarnya adalah salah satu yang mendapatkan dana tersebut yang jargonnya dikenal dengan istilah Dana Keserasian Sosial(link foto). Project ini dikhususkan untuk menjalankan program program yang sifatnya adalah sosial dan pemberdayaan sumber daya manusia agar masyarakat memahami akibat konflik horisontal yang terjadi dalam masyaraktat selama ini, karena itu masyarakat dapat lebih menjaga keamanan dan ketertiban umum sehingga kelancaran pembangunan dapat tercapai. Dalam konteks Desa Ngali keamanan yang dibangun adalah tidak terjadi lagi konflik antara Desa Ngali dan Desa Renda. Lalu siapa yang menjadi leader Projec ini? Ia adalah seorang Pemuda ganteng (untuk tidak menyebut namanya). Menurut informasi, sebelum ia di tetapkan sebagai Pimpro, terjadi persaingan sengit antara pemuda di Ngali untuk memperebutkan jabatan sebagai Ketua Keserasian tesebut. Bahkan persaingan ini harus diselesasikan melalui lobi hingga ke Kepala Dinas Sosial agar tidak terjadi terjadi kekisruhan antara kelompok pemuda. Maklum saja nilai project ini kisaran 170 juta rupiah.
Lalu apa yang dilakukan dengan duit rakyat sebesar 170 juta ini? Lagi lagi masyarakat harus gigit jari dengan apa yang dihasilkan project ini. Meski tujuan project adalah terkait konflik horisontal dan menjaga ketertiban umum, namun programnya malah ditujukan untuk pembangun fisik seperti membangun saluran air atau drainase gang. Tiap dusun mendapat 1 jatah gang untuk dibuatkan drainase yang anggarannya tentu saja dibuat gendut meski hasilnya jauh dari kwalitas. Contoh nyata anggaran ini dibuat gendut adalah pembuatan tugu keserasian gini nih hasilnya yang nilainya 5 juta rupiah. Tugu dengan tinggi 1,6 m yang terletak di depan sekolah MIN ngali tersebut mestinya hanya kisaran 1 juta, itupun dengan kwalitas terbaik. Namun kenyataannya belum genap sebulan berdiri, namun beberapa bagiannya telah retak dan hancur. Karena itu beberapa warga mempertanyakan niat baik pemegang project ini meski mereka tidak dapat berbuat banyak untuk memprotesnya.
Jika project keserasian berkonsentrasi pada gang-gang, maka project yang satu ini, tepatnya Program PNPM Mandiri lebih mengutamakan pembuatan saluran air tugu PNPM di depan jalan utama. Konsetrasinnya terletak sepanjang dusun Lewi yang dimulai dari Puskesmas dan berakhir di Sori Oi Pa’a. Selain itu, gang gang di dusun Rade juga siap dibuatkan. Sementara di dusun yang lain akan menyusul pada tahap kedua nanti. Sebab project ini dibuatkan dalam 2 tahap. Project yang di laksanakan langsung ole BPD ini agak menyenangkan warga sebab dalam prosesnya seperti penggalian tanah diberikan upah sebesar Rp 7.500 per meter kepada pemilik lahan yang bersedia ikut menggali tanah dengan lebar 80 cm dan kedalaman 90 cm. Sementara tukang batu direkrut dari desa Simpasai, namun material pasir dan batu diserahkan kepada beberapa pemilik benhur dan dumtruk (link foto). Meski menyenangkan dengan imbalan upah, namun sangat disayangan oleh sebagian warga yang mengerti seluk beluk pengerjaan project. Sebab transparansi keuangan yang nilainya ratusan juta rupiah malah disembunyikan. Terlebih lagi kurangnya sosialisasi terhadap warga serta tidak adanya koordinasi dengan anggota masyarakat untuk memberikan masukan dan ide ide yang membangun pembangunan Desa.
Selain 3 project di atas, mungkin project yang satu ini luput dari perhatian warga, tapi masih dikategorikan project gendut dengan keuntungan yang tak kalah gendut pula. Mungkin letaknya jauh dari pemukiman yakni berada di so Tolongali. Project ini sebenarnya adalah pembuatan saluran air atau parit untuk pengairan petani di tolo ngali. Parit ini dibuat untuk menghubungkan air dari DAM Lido menuju ke Rasa sahe yang bertujuan mengairi sawah sawah sepanjang so ngali. Nilainya? Tidak ada yang tahu pasti berapa nilai rupiah dari project ini. Ini disebabkan para broker project ini tidak bersedia memberikan nilai pastinya, tapi diperkirakan tidak kurang dari ratusan juta. Para broker pun adalah orang orang yang bergumul dalam project PNPM pula, dan yang pasti orang orang BPD juga. Masyarakatpun dibuat termangu dan hanya menonton apa yang dikerjakan para broker tanpa melibatkan keinginan dan ide warganya. Pantas saja ketika salah satu warga kemudian memblokir jalan menuju Rasasahe tepatnya di mangge Galence. Salah satu warga ini meminta ganti rugi atas lahan yang dipakai sebagai jalan transportasi angkutan material pekerjaan project ini. Setelah melalui diplomasi khusus (eit..kayaq hubungan Luar negeri saja) alias kompromi dan disepakati jalan damai, tentu saja dengan beberapa lembar kertas bergambar Soekarno Hatta, akhirnya dibukakan jalan tersebut.
Selain dari 4 project di atas, sebenarnya masih banyak project project lain yang tidak luput dari permainan kongkalinkong para penguasa tanpa diketahui oleh masyarakatnya. Andaikan diketahuipun, mereka tidak dapat berbuat banyak. Terkecuali ada beberapa yang lebih bertaji dan memiliki pengetahuan, namun suaranya pun tidak sampai lantang hingga jauh karena ia pasti dibungkam dengan lembaran lembaran soekarno hatta atau kadang akan ditarik dalam anggota kelompok untuk pembagian keuntungannya. Dan pada akhirnya masyarakat hanya bisa menonton dagelan dagelan YANG DIKEBIRI para penguasa dalam kisah ”HARUSNYA KITA GILA JUGA” yang dilantunkan Frangky S. dalam lirik "Zaman Edan" (play this song to franky)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar